Selasa, 20 Oktober 2015

makalah askep hiperbilirubin

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK  DENGAN HEPERBILIRUBIN



Nama kelompok :
Indah Listiani
Indah Nilam Sari
Intan Nurul Hikmah
Ita Kurniawati
Lucyana Dewi SasMitha

AKADEMI KEPERAWATAN BINA INSAN
JAKARTA
2015
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahhirabil alamin penulis ucapkan karena atas berkat rahmat Allah SWT serta karunia-Nya yang tak terhingga, penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “HIPERBILIRUBINEMIAini tepat pada waktunya.

Penyusunan karya ilmiah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak  I. Selain itu penyusunan makalah ini juga bertujuan untuk menambah pengetahuan dan membuka wawasan mengenai Hiperbilirubinemia.

Pada kesempatan ini penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1.      Ibu Silvana Evi Linda,S.Kp.,M.Kes sebagai Direktur AKPER Bina Insan Jakartadan pembimbing karya ilmiah Keperawatan Anak I
2.      Ibu Diah Ayu Agusti,Skp sebagai kordinator mata ajar Keperawatan Anak I
3.      Ibu Ika Melasari SKp, M.Kep sebagai dosen pengajar mata ajar Keperawatan Anak I
4.      Ibu Hari Mustikawati,Skp sebagai dosen pengajar mata ajar Keperawatan Anak I

 Kami menyadari akan keterbatasan kemampuan kami,maka dari itu penulis mengharapakan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak, sehingga penulis dapat menghasilkan karya yang lebih baik di masa yang akan datang. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis pada khususnya dan semua pembaca pada umumnya.


Jakarta, September 2015

                                                                                                                                  Penulis

i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI………….…………………………………………………………….i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………...ii
BAB I PENDAHULUAN
A.   Latar belakang……………………………………………………………….2
B.   Tujuan……………………………………………………………………….2
C.   Sistematika Penulisan………………………………………………………..2
D.   Kepustakaan…………………………………………………………………3

 BAB II PEMBAHASAN
A.   Definisi………………………………………………………………………4
B.   Anatomi Fisiologi…………………………………………………………..4
C.   Etiologi………………………………………………………………………9
D.   Manifestasi Klinis…………………………………………………………...9
E.    Patofisiologi………………………………………………………………..10
F.    Klasifikasi…………………………………………………………………10
G.   Pemeriksaan Penunjang…………………………………………………...13
H.   Komplikasi………………………………………………………………..14
I.       Penatalaksanaan…………………………………………………………..15
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A.   Pengkajian……………………………………………………………....….18
B.   Diagnosa keperawatan……………………………………………………..18
C.   Intervensi…………………………………………………………………..19
D.   Implementasi……………………………………………………………….23
E.    Evaluasi…………………………………………………………………….23
BAB IV PENUTUP
A.   Kesimpulan……………………………………………………………….24
B.   Saran………………………………………………………………………24
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...25
BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar belakang
Pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan selama ini bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Indikator derajat kesehatan masyarakat komponen kesehatan,diantaranya adalah Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Indonesia masih menuai presentasi di ASEAN (Association of South East Asia Nations) Angka kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti Singapura 3/1000 per kelahiran hidup, Malaysia 5,5/1000 per kelahiran hidup, Thailand 17/1000 per kelahiran hidup, Vietnam 18/1000 per kelahiran hidup, dan Philipina 26/1000 per kelahiran hidup. Sedangkan angka kematian bayi di Indonesia cukup tinggi yakni 26,9/2000per kelahiran hidup. Tingkat kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu indikator di suatu Negara. Angka kematian Maternal dan Neonatal masih tinggi, salah satu faktor penting dalam upaya penurunan angka tersebut dengan memberikan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas kepada masyarakat yang belum terlaksana. Menurut Pola penyakit penyebab kematian bayi menunjukkan bahwa proporsi penyebab kematian neonatal kelompok umur 0-7 hari tertinggi adalah premature dan Berat Badan Lahir Rendah / BBLR (35%), kemudian asfiksia lahir (33,6%). Penyakit penyebab kematian neonatal kelompok umur 8-28 hari tertinggi adalah infeksi sebesar 57,1% (termasuk tetanus 9,5%, sepsis, pneumonia, diare), kemudian feeding problem (14,3%).
Berdasarkan data dari The Fifty Sixth Session of Regional Committee, WHO (World Health Organization), pada tahun 2003, kematian bayi terjadi pada usia neonatus dengan penyebab infeksi 33%, asfiksia/ trauma 28%, BBLR 24%, kelainan bawaan 10%, dan lain-lain 5%. Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati biliaris (lebih dikenal sebagai kernikterus). Ensefalopati biliaris merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralysis dan displasia dental yang sangat mempengaruhi kualitas hidup. Ikterus adalah suatu keadaan kulit dan membran mulkosa yang warnanya menjadi kuning akibat peningkatan jumlah pigmen empedu di dalam darah dan jaringan tubuh. Hiperbiliirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubiin mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kern-ikterus, jika tidak ditanggulangi dengan baik.
Sebagian besar hiperbilirubin ini proses terjadinya mempunyai dasar yang patologik. Angka kejadian bayi hiperbilirubin berbeda di satu tempat ke tempat lainnya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam faktor penyebab seperti umur kehamilan, berat badan lahir, jenis persalinan dan penatalaksanaan.
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah pada sebagian neonates, ikterus akan di temukan pada minggu pertama dalam kehidupannya. Di kemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60 % bayi cukup bulan dan 80 % pada bayi kurang bulan. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan menetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian terutama bilaikterus di temukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari satu minggu serta bilirubin direk lebih dari1 mg/dl juga keadaan yang menunjukan kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan harus di lakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat di hindarkan.

B.   Tujuan
Dengan adanya makalah ini pembaca diharapkan dapat mengetahui tentang hiperbilirubinemia pada anak. Mulai dari pengertian, etiologi, manifestasi klinik, patofisiologi dan klasifikasi, pemerisaan penunjang, komplikasi, dan penatalaksanaan dari hiperbilirubinemia.

C.   Sistematika Penulisan
Dalam penulisan makalah ini dibagi dalam 4 bab yang terdiri dari :
BAB I PENDAHULUAN yang berisikan tentang latar belakang, tujuan dan sistematika penulisan
BAB II PEMBAHASAN yang berisikan tentang pengertian, anatomi fisiologi hati, etiologi, manifestasi klinik, patofisiologi, klasifikasi, pemeriksaan penunjang, komplikasi dan penatalaksanaan dari hiperbilirubinemia
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN yang berisikan tentang proses keperawatan mulai dari  pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi, implementasi dan sampai proses evaluasi
BAB IV PENUTUP yang berisikan tentang kesimpulan dan penutup dari kasus hiperbilirubinemia yang terjadi pada anak dan bayi.

D.   Kepustakaan
Dalam penulisan makalah tentang hiperbilirubinemia yang terjadi pada anak atau bayi, kelompok mencari data menggunakan beberapa referensi buku tentang keperawatan anak, E-book, dan melalui internet. Agar dapat memperoleh data yang sesuai dan tepat.










BAB II
PEMBAHASAN

A.   Definisi

Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal. (Suriadi dan Rita, 2001)
Hiperbilirubinemia merupakan suatu kondisi bayi baru lahir dengan kadar bilirubin serum total lebih dari 10mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus, yang dikenal dengan ikterus neonatorum patologis. Hiperbilirubinemia yang merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar bilirubin didalam jaringan ekstravaskular, sehingga konjungtiva, kulit, dan mukosa akan berwarna kuning. (Aziz, 2002)
Hiperbilirubinemia adalah akumulasi berlebihan dari bilirubin di dalam darah. (Wong, 2003)
Hiperbilirubinemia adalah peningkatan kadar bilirubin serum yang dihubungkan dengan hemolisis sel darah merah dari bilirubin yang tidak terkonjugasi dari usus kecil, yang ditandai dengan jaundice pada kulit, sclera mukosa, dan urine. (Mitayani, 2012)
Hiperbilirubinemia adalah bayi dismatur lebih sering menderita hiperbilirubinemia dibanding bayi yang bertanya sesuai engan masa kehamilan. Berat hati bayi dismatur kurang dibandingkan bayi biasa, mungkin disebabkan gangguan pertumbuhan hati

B.   Anatomi fisiologi

            Hati, yang merupakan organ terbesar tubuh dapat dianggap sebagai sebuah pabrik kimia yang membuat, menyimpan, mengubah, dan mengekskresikan sejumlah besar substansi yang terlibat dalam metabolisme. Lokasi hati sangat penting dalam pelaksanaan fungsi ini karena hati menerima darah yang kaya nutrien langsung dari traktus gastrointestinal; kemudian hati akan menyimpan atau mentransformasikan semua nutrien ini menjadi zat-zat kimia yang digunakan di bagian lain dalam tubuh untuk keperluan metabolik. Hati merupakan organ yang penting khususnya dalam pengaturan metabolisme glukosa dan protein. Hati membuat dan mengeksresikan empedu yang memegang peranan utama dalam proses pencernaan serta penyerapan lemak dalam traktus gastrointestinal. Organ ini mengeluarkan limbah produk dari dalam aliran darah dan mengeksresikannya ke dalam empedu. Empedu yang dihasilkan oleh hati akan disimpan untuk sementara waktu dalam kandung empedu (vesika velea) sampai kemudian dibutuhkan untuk proses pencernaan; pada saat ini, kandung empedu akan mengosongkan isinya dan empedu memasuki intestinum (usus).
Ekskresi Bilirubin
            Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan hemoglobin oleh sel-sel pada sistem retikuloendotelial yang mencakup sel-sel Kupffer dari hati. Hepatosit mengeluarkan bilirubin dari dalam darah dan melalui reaksi kimia mengubahnya lewat konjugasi menjadi asam glukuronat yang membuat bilirubin lebih dapat larut di dalam larutan yang encer. Bilirubin terkonjugasi disekresikan oleh hepatosit ke dalam kanalikulus empedu di dekatnya dan akhirnya dibawa dalam empedu ke duodenum.
            Dalam usus halus, bilirubin dikonversikan menjadi urobilinogen yang sebagian akan diekskresikan ke dalam feses dan sebagian lagi diabsorpsi lewat mukosa intestinal ke dalam darah portal. Sebagian besar dari urobilinogen yang diserap kembali ini dikeluarkan oleh hepatosit dan disekresikan sekali lagi ke dalam empedu (sirkulasi enterohepatik). Sebagian urobilinogen memasuki sirkulasi sistemik dan dieksresikan oleh ginjal ke dalam urin. Eliminasi bilirubin dalam empedu menggambarkan jalur utama ekskresi bagi senyawa ini.
Konsentrasi bilirubin dalam darah dapat meningkat jika terdapat penyakit hati, bila aliran empedu terhalang (yaitu, oleh batu empedu dalam saluran empedu) atau bila terjadi penghancuran sel-sel darah merah yang berlebihan. Pada obstruksi saluran empedu, bilirubin tidak memasuki intestinum dan sebagai akibatnya, urobilinogen tidak terdapat dalam urin.
Metabolisme Bilirubin
            Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi bilirubin (merubah bilirubin yang larut dalam lemak menjadi bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan albumin (albumin binding site). Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan enzim glukoronil transferase yang memadai sehingga serum bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.
Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada neonatus, perlu diketahui sedikit tentang metabolisme bilirubin pada neonatus. Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degredasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain.
Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX alfa. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar.
Di dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hati dan masuk ke dalam sel hati. Segera setelah ada dalam sel hati, terjadi persenyawaan dengan ligandin (protein-Y) protein Z dan glutation hati lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hati, tempat terjadinya proses konjugasi.
Prosedur ini timbul berkat adanya enzim glukotonil transferase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin indirek. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini dikeskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus sebagian diabsorbsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorbsi enterohepatik.
Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologik tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar. Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2-3 dan mencapai puncaknya pada hari ke 5-7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10-14 kadar bilirubin pun biasanya tidak melebihi 10 mg/dl pada bayi cukup bulan dan kurang dari 12 mg/dl pada bayi kurang bulan.
Pada keadaan ini peninggian bilirubin masih dianggap normal dan karenanya disebut ikterus fisiologik. Masalah akan timbul apabila produksi bilirubin ini terlalu berlebihan atau konjugasi hati menurun sehingga kumulasi di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh tertentu, misal kerusakan sel otak yang akan mengakibatkan gejala sisa dihari kemudian.





























Diagram Metabolisme Bilirubin





C.   Etiologi
Menurut Klous dan Fanaraft (1998) bilirubin dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
1.   Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek (bilirubin bebas) yaitu bilirubin tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport dan komponen bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bisa melewati sawar darah otak.
2.   Bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk (bilirubin terikat) yaitu bilirubin larut dalam air dan tidak toksik untuk otak.
Penyebab lain yaitu peningkatan bilirubin dapat terjadi karena; polycetlietnia, isoimmun hemolytic disease, kelainan struktur dan enzim sel darah merah, keracunan obat ( hemolisis kimia: salisilat, kortikoseteroid, klorampenikol ), hemolisis ekstravaskuler; cephalhematome, ecchyumosis
Gangguan fungsi hati ; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu/atresia biliari, infeksi, masalah inetabolik; galaktosemia hypothyroidisme, jaundice ASI.

D.   Manifestasi Kinik
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada bayi dengan hiperbilirubinemia diantaranya :
1.      Ikterus pada kulit dan konjungtiva, mukosa, dan alat-alat tubuh lainnya. Bila ditekan akan timbul kuning.
2.      Bilirubin direk ditandai dengan kulit kuning kehijauan dan keruh pada ikterus berat.
3.      Bilirubin indirek ditandai dengan kulit kuning terang pada ikterus berat.
4.      Bayi menjadi lesu.
5.      Bayi menjadi malas minum.
6.      Tanda-tanda klinis ikterus jarang muncul.
7.      Letargi.
8.      Tonus otot meningkat.
9.      Leher kaku.
10.  Opistotonus.
11.  Muntah, anorexia, fatigue, warna urine gelap, warna tinja pucat.
E.    Patofisiologi
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.
Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari  20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus.  Bilirubin  Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi  terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia.

F.    Klasifikasi
Penggolongan Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus:
1.      Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.
Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun sebagai berikut:
-          Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.
-          Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-kadang Bakteri)
-          Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan:
-          Kadar Bilirubin Serum berkala.
-          Darah tepi lengkap.
-          Golongan darah ibu dan  bayi.
-          Test Coombs.
-          Pemeriksaan skrining  defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi Hepar bila perlu.

2.      Ikterus yang timbul 24  -   72 jam sesudah lahir.
-          Biasanya Ikterus fisiologis, timbul pada hari ke 2 atau ke 3, tampak jelas pada hari ke 5-6 dan menghilang pada hari ke 10.
-          Bayi tampak biasa, minum baik, berat badan naik biasa
-          Kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 12 mg %, pada BBLR 10 mg %, dan akan hilang pada hari ke 14.
-          Penyebab ikterus fisiologis diantaranya karena kekurangan protein Y dan Z, enzim Glukoronyl transferase yang belum cukup jumlahnya.
-          Masih ada kemungkinan inkompatibilitas  darah ABO atau Rh, atau golongan lain. Hal ini diduga   kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat misalnya melebihi  5mg% per 24 jam.
-          Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih mungkin.
-          Polisetimia.
-          Hemolisis perdarahan tertutup (pendarahan subaponeurosis, pendarahan   Hepar, sub kapsula dll).
Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan  yang perlu dilakukan:
-          Pemeriksaan darah tepi.
-          Pemeriksaan  darah Bilirubin berkala.
-          Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.
-          Pemeriksaan lain bila perlu.
3.      Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama.
-          Sepsis.
-          Dehidrasi  dan Asidosis.
-          Defisiensi  Enzim G6PD.
-          Pengaruh obat-obat.
-          Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.

4.      Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya:
-          Karena ikterus obstruktif.
-          Hipotiroidisme
-          Breast milk Jaundice.
-          Infeksi.
-          Hepatitis Neonatal.
-          Galaktosemia.
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:
-          Pemeriksaan Bilirubin berkala.
-          Pemeriksaan darah tepi.
-          Skrining Enzim G6PD.
-          Biakan darah, biopsi Hepar bila  ada indikasi.
Berikut adalah beberapa keadaan yang menimbulkan ikterus patologis :
1.      penyakit hemolitik, isoantibodi karena ketidakcocokan golongan darah ibu dan anak seperti Rhesus antagonis, ABO, dsb.
2.      kelainan dalam se darah merah seperti pada defisiensi G-6-PD
3.      hemolisis, hematoma, polisitemia, perdarahan karena trauma lahir
4.      infeksi : septisemia, meningitis, infeksi saluran kemih, penyakit karena toksoplasmosis, sifilis, rubela, hepatitis
5.      kelainan metabolik, hipoglikemia, galaktosemia
6.      obat2an yang menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin seperti : sulfonamid, salisilat, sodium benzoat, gentamisin.
7.      Pirau enteropatik yang meninggi, obstruksi usus letak tinggi, penyakit hirschsprung, stenosis pilorik, mekonium ileus, dsb.

G.   Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan diantaranya :
1.      Tes Coomb pada tali pusat bayi baru lahir. Hasil positif tes Coomb indirek menandakan adanya antibodi Rh-positif, anti-A, atau anti-B dalam darah ibu. Hasil positif dari tes Coomb direk menandakan adanya sentisasi (Rh-positif, anti-A, anti-B) sel darah merah dari neonatus.
2.      Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.
3.      Bilirubin total : kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl, yang mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dl dalam 24 jam, atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 15 mg/dl pada bayi praterm (tergantung pada berat badan).
4.      Protein serum total : kadar kurang dari 3,0 g/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan, terutama pada bayi praterm.
5.      Hitung darah lengkap: Hemoglobin (Hb) mungkin rendah (kurang dari 14 g/dl) karena hemolisis. Hematokrit (Ht) mungkin meningkat (lebih besar dari 65 %) pada polisitemia, penurunan (kurang dari 45 %) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
6.      Glukosa : kadar Dextrostix mungkin kurang dari 45 % glukosa darah lengkap kurang dari 30 mg/dl, atau tes glukosa serum kurang dari 40 mg/dl bila bayi baru lahir hipoglikemi dan mulai menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
7.      Daya ikat karbon dioksida. Penurunan kadar menunjukkan hemolisis.
8.      Meter ikterik transkutan : mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin seru.
9.      Jumlah retikulosit : peningkatan retikulosit menandakan peningkatan produksi SDM dalam respons terhadap hemolisis yang berkenaan dengan penyakit Rh.
10.  Smear darah perifer : dapat menunjukkan SDM abnormal atau imatur, eritroblastosis pada penyakit Rh, atau sferositis pada inkompabilitas ABO.
11.  Tes Betke-Kleihauer: evaluasi smear darah maternal terhadap eritrosit janin.



H.   Kompliksi
Komplikasi yang biasa terjadi adalah sebagai berikut :
1.      Ikterik ASI.
2.      Kernik ikterus (bilirubin ensefalitis).
Menghilangkan bilirubin yang terkontaminasi, menggantikan faktor koagulasi pada kernik ikterus, menghilangkan antibodi (Rh, ABO), dan hemolisis yang menghasilkan sel darah merah, serta tersensititasi dari sel darah merah dilakukan dengan cara berikut ini.
a.       Menghilangkan bahan yang kurang dalam proses metabolisme bilirubin (misalnya menambahkan glukosa pada keadaan hipoglikemia) atau menambahkan bahan untuk memperbaiki transportasi bilirubin (misalnya albumin). Penambahan albumin dilakukan walaupun tidak terdapat hipoalbuminemia, tetapi perlu diingat adanya zat-zat yang merupakan kompetitor albumin yang juga dapat mengikat bilirubin (misalnya sulfonamid atau obat-obatan lainnya).
Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses ekstrasi bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini mengakibatkan kadar bilirubin plasma meningkat, ini tidak berbahaya karena bilirubin tersebut berada dalam ikatan dengan albumin. Albumin diberikan dalam dosis yang tidak melebihi 1 gram/kgBB sebelum maupun sesudah tindakan transfusi untuk mengganti darah.
b.      Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini.
c.       Fototerapi
Ikterus klinis dan hiperbilirubinemia indirek berkurang pada perpanjangan cahaya yang berintensitas tinggi pada spektrum yang dapat dilihat. Bilirubin menyerap cahaya secara maksimal pada kisaran biru (dari 420-470 mm). Cahaya putih yang berspektrum luasan berwarna biru (super). Spektrum sempit khusus dan hijau efektif menurunkan kadar bilirubin dapat memengaruhi foto reaksi bilirubin yang terikat oleh albumin. Bilirubin dalam kulit menyerap energi cahaya yang dengan foto isomerisasi mengubah bilirubin (-42 sampai dengan -15) tak terkonjugasi alamiah yang bersifat toksik menjadi isometer konfigurasi terkonjugasi, yaitu bilirubin (-42 sampai -15e). Foto terapi mengubah bilirubin alamiah melalui suatu reaksi yang menetap pada ismer bilirubin struktural yang diekskresi oleh ginjal pada keadaan yang tidak terkonjugasi.
Indikasi tranfusi untuk mengganti darah bayi dapat dilakukan pada keadaan berikut ini :
1.      Hidrops.
2.      Adanya riwayat penyakit berat.
3.      Adanya riwayat sensitisasi.
Tujuan dilakukannya transfusi adalah sebagai berikut :
1.      Mengoreksi anemia.
2.      Menghentikan hemolisis.
3.      Mencegah peningkatan bilirubin.

I.       Penatalaksanaan
a.       Mempercepat proses konjugasi, misalnya dengan pemberian fenobarbital. Pengobatan dengan cara ini tidak begitu efektif dan membutuhkan waktu 48 jam baru terjadi penurunan bilirubin yangberarti. Mungkin lebih bermanfaat bila diberikan pada ibu kira-kira 2 hari sebelum melahirkan.
b.      Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi. Contohnya : pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas. Albumin dapat diganti dengan plasma dosis 15 – 20 ml/kgbb. Pemebrian glukosa perlu untuk kojugasi hepar sebagai sumber energi.
c.       Melakukan dekompensasi bilirubin dengan fototerapi
Terapi sinar diberikan jika kadar bilirubin darah indirek lebih dari 10 mg %. Terapisinar menimbulkan dekomposisi bilirubin dari suatu senyawa tetrapirol yang sulitlarut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam air dan dikeluarkan melalui urin, tinja, sehingga kadr bilirubin menurun. Selain itu pada terapi sinar ditemukan pula peninggian konsentrasi bilirubin indirek dalam cairan empedu duodenum dan menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu kedalam usus sehingga peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan keluar bersama feses.
Pelaksanaan Terapi Sinar :
1.      Baringkan bayi telanjang, hanya genitalia yang ditutup (maksmal 500 jam) agar sinar dapat merata ke seluruh tubuh.
2.      Kedua mata ditutup dengan penutup yang tidak tembus cahaya. Dapat dengan kain kasa yang dilipat lipat dan dibalut. Sebelumnya katupkan dahulu kelopak matanya. (untuk mencegah kerusakan retina)
3.      Posisi bayi sebaiknya diubah ubah, telentang, tengkurap, setiap 6 jam bila mungkin, agar sinar merata.
4.      Pertahankan suhu bayi agar selalu 36,5-37 C, dan observasi suhu tiap 4- 6 jam sekali. Jika terjadi kenaikan suhu matikan sebentar lampunya dan bayi diberikan banyak minum. Setelah 1 jam kontrol kembali suhunya. Jika tetap hubungi dokter.
5.      Perhatikan asupan cairan agar tidak terjadi dehidrasi dan meningkatkan suhu tubuh bayi.
6.      Pada waktu memberi bayi minum, dikeluarkan, dipangku, penutup mata dibuka. Perhatikan apakah terjadi iritasi atau tidak.
7.      Kadar bilirubin diperiksa setiap 8 jam setelah pemberian terapi 24 jam
8.      Bila kadar bilirubin telah turun menjadi 7,5 mg % atau kurang, terapi dihentikan walaupun belum 100 jam.
9.      Jika setelah terapi selama 100 jam bilirubin tetap tinggi / kadar bilirubin dalam serum terus naik, coba lihat kembali apakah lampu belum melebihi 500 jam digunakan. Selanjutnya hubungi dokter. Mungkin perlu transfusi tukar.
10.  Pada kasus ikterus karena hemolisis, kadar Hb diperiksa tiap hari.
Komplikasi terapi sinar :
1.      Terjadi dehidrasi karena pengaruh sinar lampu dan mengakibatkan peningkatan insesible water loss.
2.      Frekuensi defekasi meningkat sebagai akibat meningkatnya bilirubin indirek dalam cairan empedu dan meningkatkan peristaltik usus.
3.      Timbul kelainan kulit sementara pada daerah yang terkena sinar (berupa kulit kemerahan) tetapi akan hilang jika terapi selesai.
4.      Gangguan retina jika mata tidak ditutup.
5.      Kenaikan suhu akibat sinar lampu. Jika hal ini terjadi sebagian sinar lampu dimatikan terapi diteruskan. Jika suhu naik terus lampu semua dimatikan sementara, bayi dikompres dingin, dan berikan ektra minum.
6.      Komplikasi pada gonad yang menurut dugaan dapat menimbulkan kelainan ( kemandulan ) tetaapi belum ada bukti.
7.      Transfusi tukar.
Indikasi untuk melakukan transfusi tukar adalah :
1.      kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg %
2.      kenaikan kadar bilirubin indirek cepat, yaitu 0,3 – 1 mg % / jam
3.      anemia berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung
4.      bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat kurang 14 mg % dan uji coomb’s positif.
Tujuan transfusi tukar adalah mengganti eritrosit yang dapat menjadi hemolisis, membuang natibodi yang menyebabkan hemolisis, menurunkan kadar bilirubin indirek, dan memperbaiki anemia.







BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A.   Pengkajian
a.      Aktivitas/istirahat
Letargi, malas.
b.      Sirkulasi
-          Mungkin pucat, menandakan anemia.
-          Bertempat tinggal di atas ketinggian 5000 ft.
c.       Eliminasi
-          Bising usus hipoaktif.
-          Pasase mekonium mungkin lambat.
-          Feses mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin.
-          Urin gelap pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)
d.      Makanan/cairan
-          Riwayat pelambatan/makan oral buruk, lebih mungkin disusui daripada menyusu botol.
-          Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limpa, hepar.
e.       Neurosensori
-          Sefalhematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran/kelahiran ekstraksi vakum.
-          Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin ada dengan inkompatibilitas Rh berat.
-          Kehilangan refleks Moro mungkin terlihat.
-          Opistotonus dengan kekakuan lengkung punggung, fontanel menonjol, menangis lirih, aktivitas kejang (tahap krisis).
f.       Pernapasan
-          Riwayat asfiksia.
-          Krekels, mukus bercak merah muda (edema pleural, hemoragi pulmonal).
g.      Keamanan
-          Riwayat positif infeksi/sepsis neonatus.
-          Dapat mengalami ekimosis berlebihan, petekie, perdarahan intrakranial.
-          Dapat tampak ikterik pada awalnya pada wajah dan berlanjut pada bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze) sebagai efek samping fototerapi.
h.      Seksualitas
-          Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauterus (IUGR), atau bayi besar usia gestasi (LGA), seperti bayi dengan ibu diabetes.
-          Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stres dingin, asfiksia, hipoksia, asidosis, hipoglikemia, hipoproteinemia.
-          Terjadi lebih sering pada pria daripada bayi wanita.

B.   Diagnosa keperawatan
1.     Risiko tinggi cedera terhadap keterlibatan sistem saraf pusat berhubungan dengan prematuritas, penyakit hemolitik, asfiksia, asidosis, hipoproteinemia, dan hipoglikemia.
2.     Risiko tinggi cedera terhadap efek samping tindakan fototerapi berhubungan dengansifat fisik dari intervensi terapeutik dan efek mekanisme regulasi tubuh.
3.     Risiko tinggi terhadap komplikasi dari transfusi tukar berhubungan dengan prosedur invasif, profil darah abnormal, ketidakseimbangan kimia.
4.     Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan tindakan berhubungan dengan kurang pemajanan, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber informasi dibuktikan dengan pernyataan masalah/kesalahan konsep, meminta informasi, ketidaktepatan mengikuti instruksi.

C.   Intervensi
1.      Risiko tinggi cedera terhadap keterlibatan sistem saraf pusat berhubungan dengan prematuritas, penyakit hemolitik, asfiksia, asidosis, hipoproteinemia, dan hipoglikemia.
Tujuan : system saraf pusat tidak terganggu
Kriteria hasil : a. menunjukan kadar bilirubin indirek di bawah 12 mg/dl pada bayi cukup
                           bulan pada usia 3 hari
                        b. resolusi ikterik pada akhir minggu pertama kehidupan
                        c. bebas dari keterlibatan SSP
intervensi :
a.       Pertahankan bayi tetap hangat dan kering: pantau kulit dan suhu inti dengan sering
Rasional : stress dingi berpotensi melepaskan asam lemak, yang bersaing pada sisi ikatan pada albumin, sehingga meningkatkan kadar bilirubin yang bersirkulasi dengan bebas ( tidak berikatan ).
b.      Observasi bayi dalam sinar alamiah, perhatikan sclera dan mukosa oral, kulit menguning segera setelah pemutihan, dan bagian tubuh tertentu terlibat. Kaji mukosa oral, bagian posterior dari palatum keras, dan kantung konjungtiva pada bayi baru lahir yang berkulit gelap.
Rasional : Mendeteksi bukti / derajat ikterik. Penampilan klinis dari ikterik jelas pada kadar bilirubin lebih besar dari 7 – 8 mg/dl pada bayi cukup bulan. Perkiraan derajat ikterik adalah sebagai berikut, dengan ikterik yang dimulai dari kepala ke jari kaki, 4 – 8 mg/dl ; batang tubuh 5 – 12 mg/dl;  lipat paha, 8 – 16 mg/dl; lengan / kaki, 11 – 18 mg/dl; dan tangan / kaki, 15 – 20 mg/dl. Pigmen dasar kuning mungkin normal pada bayi berkulit gelap.
c.       Evaluasi bayi terhadap pucat, edema atau hepatomegali.
Rasional : Tanda – tanda ini mungkin berhubungan dengan hidrops fetalis, inkompatibilitas Rh, dan pada hemolisis uterus SDM janin.
d.      Pantau kadar bilirubin
Rasional : untuk mengetahui jumlah bilirubin yang ada dalam tubuh anak tersebut.

2.      Risiko tinggi cedera terhadap efek samping tindakan fototerapi berhubungan dengan sifat fisik dari intervensi terapeutik dan efek mekanisme regulasi tubuh.
Tujuan : efek samping pada tindakan fototerapi tidak terjadi
kriteria hasil :
BBL akan : - mempertahankan suhu tubuh dan kesembingan cairan dalam batas normal
              - bebas dari cedera kulit atau jaringan
              - mendemonstrasikan pola interaksi yang diharapkan
              - menunjukan penurunan kadar bilirubin serum       
Intervensi :
a.       Observasi adanya/perkembangan bilier atau obstruksi usus
Rasional : fototerapi dikontraindikasikan pada kondisi ini karena fotoisomer bilirubun yang di produksi dalam kulit dan jaringan subkutan dengan pemajanan dalam terapi sinar tidak dapat siap dieksresikan.
b.      Berikan tameng untuk menutup mata, inspeksi mata setiap 2 jam bila tameng dilepaskan untuk pemberian makan, sering pantau posisi tameng.
Rasional : mencegah kemungkinan kerusakan retina dan konjungtiva dari sinar intensitas tinggi. Pemasangan yang tidak tepat dapat menyebabkan irirasi, abrasi kornea, dan konjungtivitis dan penuruna pernafasan oleh obstruksi pasase nasal.
c.       Ubah posisi bayi setiap 2 jam
Rasional : memungkinkan pemajanan seimbang dari permukaan kulit terhadap sinar fluoresen, mencegah pemajanan berlebih dari bagian tubuh individu.
d.      Pantau masukan dan haluaran cairan
Rasional : mencegah terjadinya dehidrasi pada anak/bayi.
e.       Pantau pemeriksaan labolatorium sesuai indikasi seperti : kadar bilirubin, kadar Hb, trombosit dan SDP ( Sel Darah Putih ).
Rasional : untuk mengetahui kondisi bayi

3.      Risiko tinggi cedera terhadap komplikasi dari transfuse tukar berhubungan dengan prosedur invasif, profil darah abnormal, ketidakseimbangan kimia
Tujuan : komplikasi tidak terjadi
Kriteria hasil : - menyelesaikan transfuse tukar tanpa komplikasi
- menunjukan penurunan kadar bilirubin serum
Intervensi :
a.       Observasi tali pusat bayi sebelum transfusi bila vena umbilical digunakan. Bila tali pusat kering, berikan pencucian saline selama 30-60 menit sebelum prosedur
Rasional : pencucian digunakan untuk melunakan tali pusat dan vena umbilicus sebelum transfuse untuk akses IV dan memudahkan pasase kateter umbilical
b.      Pertahankan suhu tubuh sebelum selama dan sesudah prosedur
Rasional : membantu mencefah hipotermia dan vasospasme, menurunkan risiko fibrilasi ventrikel, dan menurunkan viskositas darah
c.       Pastikan golongan darah dan Rh bayi dengan ibu
Rasional : transfuse tukar paling sering dihubungan dengan masalah inkompatibilitas Rh.
d.      Pantau tanda-tanda ketidakseimbangan elektrolit (mis : gugup, kejang, apnea, dan bradkurang pemajanan kesalahan interpretasiikardia.
Rasional : hipokalsemia dan hiperkalemia dapat terjadi selama dan setelah transfuse tukar.

4.      Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis, dan kebutuhan tindakan berhubungan dengan kurang pemajana, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber informasi dibuktikan dengan pertanyaan masalah/kesalahan konsep, meminta informasi, ketidaktepatan mengikuti instruksi
Tujuan : pengetahuan orang tua bertambah
Kriteria hasil : - mengungkapkan pemahaman tentang penyebab, tindakan, dan kemungkinan hasil hiperbilirubinemia
                  -  mendemonstrasikan perawatan bayi yang tepat
Intervensi :
a.       Berikan penkes tentang hiperbilirubinemia mengenai pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, dampak jangka panjang dan perawatan dirumah pada bayi hiperbilirbinemia
Rasional : membeikan pemahaman kepada ibu





D.    Implemntasi
Adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dan sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Pada implementasi maka tindakan yang dilakukan mengacu kepada intervensi yang dibuat untuk mengatasi masalah.

E.    Evaluasi
a.       Resiko tinggi cedera terhadap keterlibatan system saraf pusat tidak terjadi
b.      Resiko tinggi cedera terhadap efek samping tindakan fototerapi dapat dicegah
c.       Resiko tinggi cedera terhadap komplikasi dari transfuse tukar tidak terjadi
d.      Pengetahuan klien bertambah







BAB IV
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Hiperbilirubinemia adalah bayi dismatur lebih sering menderita hiperbilirubinemia dibanding bayi yang bertanya sesuai engan masa kehamilan. Berat hati bayi dismatur kurang dibandingkan bayi biasa, mungkin disebabkan gangguan pertumbuhan hati. Penyebabnya yaitu dari Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek (bilirubin bebas) yaitu bilirubin tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport dan komponen bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bisa melewati sawar darah otak. Sedangkan Bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk (bilirubin terikat) yaitu bilirubin larut dalam air dan tidak toksik untuk otak. Manifestasi klinik dari hiperbilirubinemia adalah Letargi, Tonus otot meningkat, Leher kaku,Opistotonus, Muntah, anorexia, fatigue, warna urine gelap, warna tinja pucat.


B.   Saran
Kami selaku penulis berharap kepada pembaca khususnya kami sendiri agar dapat menambah pengetahuan dan keterampilan tentang asuhan keperawatan pada anak khususnya  dengan hiperbilirubinemia.



DAFTAR PUSTAKA


Betz, & Linda. (2009). Buku Saku Keperawatan Pediatri edisi 5. Ahli bahasa, Eny Meiliya
Editor  edisi bahasa Indonesia, Egi Komara Yudha. Jakarta : EGC
R Dwienda octa, & Liva maita, dkk. (2012). Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi/Balita dan Anak Prasekolah untuk Bidan ed 1. Yogyakarta : ECG
 Hidayat A Aziz Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika
Suryanah. (1996). Keperawatan Anak Untuk Siswa SPK. Jakarta : EGC



                                                                                                                                                

1 komentar:

  1. Coin Casino - Slots - Casinoowed.com
    Coin Casino is a trusted Bitcoin Casino with over 500 games, a secure, and safe gaming environment. 인카지노 Play now!‎Features · videodl.cc ‎Types of Games septcasino · ‎Promotions

    BalasHapus